Mata
kecil terjaga oleh pancaran suara menyilaukan
Pupil mungil terakhiri sinar yang
tersembunyi dibalik angin
Lalu
sebuah goresan abstrak terlukis pada permukaan retina
Hamparan biru luas tak terbatas yang
tak pernah bisa terjangkau
Kami
memanggilnya Kubah Agung
Dia adalah proyeksi sebuah perasaan
Kala
air mata jatuh, maka menangislah sang hujan
Kala bibirku merekah, maka dia terbinar
merah
Kala
hatiku berteriak, maka menderulah sang badai
Kala jiwaku terhempas sedih, maka
bangunlah sekelompok awan mendung
Kala
ragaku rengkah patah, maka mengamuklah angin tornado
Kala diri ini berduka, maka maka
bersedihlah langit malam kelam
Kala
nafasku menghembuskan cinta, maka berkediplah sang bintang
Dan kala aku tenggelam dalam laut kasih
sayang, maka langit sore memerah malu
Karena
Kubah
Agung adalah lukisan perasaanku
Tidak ada komentar:
Posting Komentar